Jumat, 24 Juli 2015

OBAT,Sebuah catatan kenangan…..

By Hotman Silitonga AZizten Pribadi Bidan DeZa



       Setiap manusia hidup pasti merasakan yang namanya sakit/menderita sakit.Entah itu orang kaya,orang miskin,bahkan pejabat dan  paramedis sekalipun takkan lepas dari serangan penyakit.
Ada yang terkena penyakit ringan,ada pula yang terkena sakit berat.Ada yang sembuh hanya beberapa hari ada pula yang sembuh beberapa bulan,tetapi ada pula yang harus berobat seumur hidup.

       Pada tahun 2004 aku menderita Gatristis atau sakit maag yang cukup mengganggu.Makan obat sendiri nggak ada perbaikan.Akhirnya berobat tingkat lanjut.Belum ada juga perbaikan.Dari USG sampai ECG sudah dilakukan.Hasilnya semua masih dalam kondisi baik2 saja.Kalau hanya nyeri pada ulu hati saja mungkin nggak ada masalah,tapi rasa kejang atau kram mulai dari ulu hati sampai tenggorokan sangat mengganggu.Rasanya seperti ajal sudah dekat.
        Akhirnya kuputuskan untuk berobat ke ibukota propinsi di Rumah Sakit dimana istriku dulu bekerja .Sama seperti orang sakit umumnya,semuanya ingin cepat,aku paling malas yang namanya antri ,bayar sendiri nggak papalah….walau uang pas-pasan.
       Sampai di Rumah Sakit antri 15 menit langsung menuju ruang dokter.Nampaknya dokternya sudah cukup berumur,aku berharap mudah2an dengan jam terbang dokternya  yang tinggi,terapinya juga mumpuni.
Setelah diperiksa  aku diberi kertas resep,dan langsung menuju Apotik.Petugas Apotik memanggil namaku dan memberitahu jumlah biayanya.Ternyata biayanya jauh diatas prediksiku.Kemudian aku setengah berbisik bertanya kepada pelayan apotik   apakah aku diperbolehkan mengambil setengah resep dahulu ? wkwkwk.. dan petugas apotik memperbolehkan.Sebenarnya uangku cukup,tetapi karena di diperjalanan di Kereta Api tas ku yg berisi seluruh pakaianku di ambil  orang di salah satu stasiun kereta api,mau tidak mau aku harus menyisihkan sebagian uangku untuk membeli pakaian pengganti.
        Obat dijatah untuk 1 minggu,jadi kalau aku minta setengah resep  dahulu,berarti aku menggunakannya untuk 3 hari.Akupun  meminta salinan resepnya.Ada 6 jenis obat,4 obat diracik menjadi satu serta 2 macam obat lain.Semuanya obat paten/non generik.
        Setelah obat diminum selama 3 hari,terjadi perbaikan yg cukup signifikan,akupun langsung angkat jempol dengan dokter yg mengobatiku.Aku merasa 80% sdh membaik.Obat sudah habis.Segera aku menuju apotik untuk membeli obat kekurangannya,setelah ku serahkan salinan resepnya akupun mendapat informasi bahwa obat yang tersedia  hanya 1 macam  di apotik itu.Pergi ke Apotik lain,kondisinya juga sama.
Bingung aku menghadapi keadaan ini.Tidak mungkin aku kembali ke Ibukota propinsi lagi hanya untuk membeli obat,selain jauh,juga melelahkan.
        Akhirnya aku kembali ke Apotik langgananku,yg kebetulan juga temanku.Aku meminta saran dari dia.
Kemudian temanku memberikan kepadaku sebuah buku yang sangat tebal,yang bertuliskan Daftar Obat Indonesia.
“ Kau cari merek obat yg tertulis di kertas resep kemudian,kau cari isi/kandungannya, kemudian kau cari merek obat yang mempunyai kandungan yang sama “ demikian pesan temanku si pemilik Apotik tersebut.
       Hampir setengah jam aku membolak-balik buku itu di Apotiknya.Hampir semua obat berhasil ditemukan,semua ada di apotik tersebut tetapi dengan merek dagang yang lain,dan ada juga versi generiknya,hanya satu macam yg yg tidak tersedia,dan obat ini memang jarang digunakan.Obat yang berhubungan dengan kejiwaan ringan/stress.Stress memang bisa membuat orang menderita sakit maag.
       Pada dasarnya Apotik juga menganut prinsip dagang.Apotik tidak akan menjual obat yang jarang dibeli orang.Itu sama artinya mematikan modal.
Akhirnya 5 dari 6 macam obat yang tersedia kubeli dan sengaja kubeli yang generiknya saja,kuminum,dan keadaanku semakin membaik.
       Terkadang aku merenung,kalau aku yg bekerja sebagai tenaga kesehatan saja,walau level rendahan , cukup sulit untuk memperoleh obat,apalagi masyarakat biasa.
         Tetapi untunglah pada tahun 2006 Ibu Menkes Siti Fadillah Supari  mengeluarkan Permenkes No 524/MENKES/PER/IV/2005 tentang Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat serta Kepmenkes No 068/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat sehingga setiap obat yang kita terima kita dapat langsung tahu kandungan generik pada obat tersebut.
Dan jika obat tersebut tidak tersedia di suatu tempat ,kita bisa menggantinya dengan merk lain dengan kandungan generik yang sama.

Beberapa syrup bermerek yang telah menuliskan kandungan generik didalamnya

       Satu hal menurutku yg paling penting dari Permenkes diatas adalah membuat obat menjadi transparan.Tidak sedikit masyarakat yg sering bertanya ke Polindes tentang obat yang mereka terima disaat berobat,mengenai fungsi atau manfaatnya.Dengan dicantumkannya nama generik pada obat tersebut,sedikit banyak membantu untuk menjelaskan kepada masyarakat.
Beberapa blister/kepingan obat bermerek yg telah menuliskan kandungan generik di dalamnya 


         Pada tahun 2006  Ibu Menkes Siti Fadilah Supari kembali mengeluarkan Kepmenkes No 069/Menkes/SK/II/2006 tentangPencantuman Harga Eceran Tertinggi ( HET ) Pada Label Obat,yang semakin melindungi masyarakat dari kemahalan harga obat.
Jenis obat generik juga semakin banyak.Jadi bagi masyarkat tidak perlu ragu lagi untuk menggunakan obat generik.Dan Akupun tidak sulit lagi mencari obat yang kubutuhkan,serta aku pun merasa penyakitku saat ini sudah sembuh.

Kata-kata bijak :
" Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati ". Amsal 11:2

" Jika orang fasik mendapat kekuasaan, orang menyembunyikan diri, tetapi jika mereka binasa, bertambahlah jumlah orang benar ".Amsal 28:28

Tulisan lainnya : 
http://polindesmuarakasih.blogspot.com/2017/02/katarak-dan-diabetes.html
http://polindesmuarakasih.blogspot.com/2017/04/membuat-kunci-kopling.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar